[FF] Star

Cast : Hyorin (Sistar), Kim Joonmyeon / Suho (EXO)

Bunyi derit pintu gerbang besi berkarat terdengar nyaring memecah keheningan malam itu, disusul derap langkah yang diseret malas.

“Baru pulang?”

Hyorin menghentikan langkahnya, menoleh dan menarik sedikit tutup kepala hoodie yang menghalangi pandangannya. Di sana orang itu berdiri, bahkan pekatnya gelap malam karena lampu halaman yang mati karena bohlamnya belum diganti Jung ahjussi — si pemilik rumah– tak mampu menenggelamkan rona putih kulit orang tersebut.

“Oh, kau pulang?” Setelah berkata begitu Hyorin melanjutkan langkahnya ke arah tangga di sisi rumah.

Joonmyeon, pemuda itu menyusul langkah Hyorin dengan terburu untuk menyejajarkan dirinya dengan gadis itu, “Ya, baru saja juga sih”.

Hyorin hanya membalas jawaban pemuda itu dengan gumaman pelan sebelum menaiki anak tangga yang sempit, membuat Joonmyeon akhirnya harus berjalan menaiki tangga setelahnya.

“Noona, tidak penasaran kenapa aku pulang?” Keduanya sudah sampai di atas, dan suara Joonmyeon yang nyaring membuat Hyorin menoleh ke belakang dan mendelikkan matanya. Takut keluarga Jung di bawah terganggu dengan suara Joonmyeon yang menggelegar sedangkan jarum pendek sudah melewati angka duabelas sekitar dua jam yang lalu. Joonmyeon tampak tidak peduli dengan pandangan mematikan Hyorin dan menatap gadis itu lekat-lekat, menunggu jawaban.

“Ini bukan di panggung, pelankan suaramu. Yang benar, aku penasaran kenapa kau masih menyewa rumah loteng di sebelahku padahal sudah ada dorm nyaman menunggumu di Gangnam. Kau bahkan sering membiarkannya kosong berminggu-minggu” Hyorin mendesah pelan setelahnya. Ia berjalan ke depan pintu rumahnya –atau rumah loteng yang ia sewa– sambil mencari-cari kuncinya di saku hoodie dan celana trainingnya.

“Karena aku merindukan noona. Ah, noona tahu aku baru kembali dari Jepang kan?” Seakan tidak mendengar jawaban Hyorin barusan yang terdengar menusuk, Joonmyeon bersandar di depan pintu rumah Hyorin yang tampak masih sibuk mencari kuncinya.

“Tidak peduli” Hyorin menarik keluar kunci nya yang akhirnya ia temukan di salah satu saku tasnya, “minggir”.

Joonmyeon menegakkan badannya lalu bergeser satu langkah ke samping tak lagi bersandar pada pintu, memberi ruang untuk gadis itu. Hyorin menunduk, memasukkan kuncinya pada lubang kunci pada pintu lalu berusaha memutarnya. Yang sialnya, dari malam-malam sebelumnya yang hening tanpa Joonmyeon malah memilih macet saat pemuda itu sedang berdiri tepat di sampingnya.

“Noona berubah”

Hyorin menghentikan usahanya untuk memutar kunci saat kata-kata itu menyapa indra pendengarannya. Gadis itu menoleh, menatap wajah Joonmyeon yang tak lagi diwarnai raut ceria dan iseng seperti tadi. Hyorin mendesah pelan, “kau juga berubah Joonmyeon. Atau aku juga harus memanggilmu Suho?”

Hyorin memalingkan lagi wajahnya pada pintu dan kembali sekuat tenaga memutar kuncinya yang masih menolak untuk terbuka. Beberapa detik berlalu ia masih mencoba sendiri sampai satu tangan menghentikan pergerakan tangannya, menggenggam pergelangan tangannya dan menariknya sehingga ia melepaskan kunci yang masih tertanam di lubang kunci pintu.

“Kenapa noona tidak bisa menerima perubahanku?” Joonmyeon berusaha menatap mata Hyorin yang lagi-lagi tertutup tutup kepala hoodienya, “kenapa noona tidak bisa menerimaku?”

Joonmyeon melepas genggamannya pada pergelangan tangannya, menarik pintu rumah Hyorin sebelum memutar kuncinya, yang setelah itu dengan ajaib bisa terbuka dengan mudahnya. Pemuda itu membuka pintu rumah loteng gadis itu lebar-lebar, menikmati pemandangan rumah loteng sewaan gadis itu yang lama tak lagi ia kunjungi karena gadis itu menguncinya rapat-rapat. Hyorin masih bungkam, tapi saat ia hendak melangkah masuk Joonmyeon kembali menarik pergelangan tangannya.

“Noona”

“Karena aku tak suka hal yang tidak nyata Joonmyeon-ah” Hyorin mendongak menatap pemuda yang lebih muda satu tahun darinya itu.

Pemuda yang 3 tahun lalu datang menyewa rumah loteng di sebelahnya, mengisi hidupnya, dan juga pemuda yang setahun lalu hidupnya berubah menjadi bintang yang rasanya Hyorin tak akan pernah bisa gapai. Atau ia menolak untuk menggapainya, takut apabila ada yang menariknya jatuh. Takut ia terjatuh dan mati karena berusaha menggapai dan memegangi bintang yang mustahil.

“Tapi aku nyata”

Hyorin hanya menggeleng pelan, melepas genggaman tangan Joonmyeon pada pergelangan tangannya. Lalu menutup pintunya lagi rapat-rapat, mengabaikan panggilan pemuda itu. Kemudian suara seraknya terdengar lirih ditemani desau angin.

“Justru karena kau nyata. Aku tidak bisa”

Tidak bisa membiarkan diriku berharap hal yang tidak mungkin jadi nyata padamu yang nyata.

Tinggalkan komentar